Saturday, October 16, 2010

CERPEN

AWAL YANG DITUNGGU

Pagi yang cerah, terdengar kicau burung dari pohon mangga didepan rumahku. Terdengar banyak suara-suara kesibukan pagi hari. Sesaat matahari yang mulai menampakkan kesombongan tanpa awan menghalangi muncul dengan cahaya yang menyengat namun memberi kehidupan yang mengenainya. Aku manatapi pagi ini seperti biasa dengan mata terus menatap tanpa bisa menangkap cahaya matahari atau sekedar mengumpulkan butiran embun pagi. Aku terduduk seperti biasa dan selalu seperti biasa. Aku terlalu biasa membiarkan matahari yang mulai terik memerihkan kulit ku yang sudah mulai bersisik karena kering. Aku terlalu biasa merasakan angin yang kadang membawa debu untuk perihkan mataku. Aku terlalu biasa duduk didalam kandang yang dulunya di gunakan peliharaan bapakku. Bahkan aku terbiasa tak bergerak karena kaki dan tangan ku terpasung oleh rantai-rantai yang sengaja di lekatkan di badanku.

Aku ingin teriak tapi tak mampu, suara ku yaris tak berbentuk kata. Aku ingin mereka dengar aku tak ingin diperlalukan seperti binatang liar tapi aku tak punya kekuatan. Aku terlalu letih untuk meronta dan terlalu serak untuk berteriak.

Sekarang, impian wanita tua yang sering kusebut ibu itu terwujud.
"liat anak orang, apa ada model nya kayak kau. Wajah sudah tidak ada, berguna untuk bantu aku dirumah kupun kau tak bisa. Liat anak orang sudah cantik berguna lagi. ga perlu sekolah tinggi-tinggi tetap bisa menikah berguna", sekarang dia pasti senang aku begini karena aku bisa melihat anak orang setiap hari dan setiap waktu. Setiap pagi aku selalu melihat anak orang lain lalulalang di depan ku sambil menatap ku dengan banyak wajah. Ada yang iba dan ada pula yang menggunjingkan ku. Siapa mereka? tau apa mereka tentangku? apa hak mereka menghina ku? tapi seperti biasa aku hanya mengamuk dan berteriak dengan kata-kata yang aku sendiripun tak mengerti. Kadang banyak anak kecil yang melempariku dengan benda-benda yang kadang menyakitiku. Tapi lelaki tua yang sering kusebut bapak selalu melindungiku.

Aku sadar dengan semua yang terjadi tapi tubuhku dan pikiran ku terlalu lemah untuk sekedar bangun dan melanjutkan hidupku. Aku terlalu rapuh dan aku sendirian.

"bangun kau. dah jam berapa nih. Badan udah kayak gajah gitu masih aja tidur",
"iya, sakit kepala mak"
"alah, banyak kali alasan kau. cepat".
Tiba-tiba aku tersentak dari tidur ku saat kudengar ibuku berteriak saat ada seorang anak berusaha mencuri sesuatu dari kebun kami. Aku benar-benar terkejut. Dan kulihat tatapannya padaku yang aku tak mengerti sebelum dia masuk kerumah.

Aku takut padanya. Aku takut dia.
"nak,,"sentuhan hangat dibahu ku membuat ku makin ketakutan. " jangan takut sayang, ini bapak. kamu kenapa nak?", di membelai rambut ku. Aku takut dengan semua orang. termasuk laki-laki tua ini. meskipun belaiannya sangat hangat. Belaian yang membuat ku nyaman. Kulihat dari caranya menatapku. dia menangis. Mengapa dia menangis? apa aku menyakitinya? Aku bahkan tidak menyentuhnya jadi ada apa dengan laki-laki tua ini. Dia terus menatapku dan pergi.

"kau pikir siapa yang mau dengan mu. g ada! laki-laki itu setelah melihat mu aja jijik, jadi g usah banyak omong, liat aja tuh mantan yang dulu kau bilang-bilang, ga datang lagi kan dia. mana mungkin dia gagah gitu mau ama perempuan kayak kau", terngiang-ngiang perkataan indah nya yang sering kali menyayat perasaanku. Aku bahkan tidak minta menjadi seperti ini. Aku tidak minta jadi anaknya tapi tuhan membiarkan ku disini. Aku selalu ingat bahwa tuhan tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan umatnya. Dan aku terus bertahan dengan tiap-tiap cobaan itu karena ada masa nya ini pasti berhenti. Dan aku terus menunggu hingga kini.

"kak, bang jul menikah. kita di undang lho ama dia", adik sepupuku mengatakan nya ambil menyuapkan ku makan. Jul. Seorang laki-laki yang dulu sempat hadir dan mencintaiku dan akhirnya menyerah karena tak kuat menahan cercaan dari ibuku. Dan sejak dia meninggalkan ku cercaan itu semakin kuat menimpaku. Karena kekurangan fisik ku ini ibu sering menganggap itu adalah alasan para lelaki yang dekat dengan ku pergi menjauh.

Aku hanya menatap hambar saat adik ku bercerita bagaimana hebatnya rencana pernikahan mantanku itu. Aku berharap dia bahagia.
"kak, bang jul datang tuh", aku seperti biasa menatap datang. Ingin ku meluapkan emosi ku tapi aku terlalu lemah. Ingin ku bacakan doa pernikahan yang dulu aku hapal untuk mantan yang sudah ku anggap saudaraku. Laki-laki yang bernama jul ini menggengam tanganku.
"dek, apa kabar? lama tidak jumpa ya. adik sekrang keliatan lebih sehat", dari kata-katanya aku tau dia tulus. Inginnya ku balas genggamannya tapi ku tak bisa.
"satu minggu lagi abang menikah, adek bisa datang. Abang berharap adek mau menemani abang dan.." aku lihat di berhenti berbicara dan kulihat pula adik sepupuku menggenggam tangan nya.
"rin, abang benar g tahan liat dia seperti ini",
"bang, ini emang sudah jadi takdirnya",
"ini salah abang, harus nya g abang tinggalin dia dulu. tapi abang benar-benar tidak punya nyali menghadapi cercaan orangtuanya", kulihat laki-laki itu menangis. Kenapa dia menangis? mengapa mereka semua menangis saat melihatku? aku sungguh tidak melakukan apapun yang menyakiti mereka.
" ini bukan salah abang", Setelah mereka saling berbicara laki-laki ini mulai mendekatiku dan menggengam tangan ku dan pergi. Air apa ini? kenapa wajah ku basah? apa ini air mata? aku menangis tapi untuk apa dan mengapa? apakah untuk laki-laki itu aku menangis. Tuhan, bantu aku untuk punya kekuatan.
Aku sering bertanya, ada apa dengan ku? aku ingat semuanya dan aku tahu segala hal tapi kenapa kau tak mampu bicara dan kenapa badan ku seolah bergerak sendiri. tertawa dan kadang menangis dan kadang pula aku bisa begitu datar tanpa expresi. Saat aku ingin berteriak. Saat sadar seperti ini, ingin sekali aku lepas dari rantai yang melilitku tapi saat aku mulai berteriak kencang untuk dilepaskan mereka malah mengikatku makin kuat karena manganggap ku mengamuk. Aku benci diriku. Benci.

Aku masih disini seperti biasa, melekatkan wajah ku keterali besi dan menatap kedepan. Menatap orangtua ku sedang berbicara dengan suara keras.
"aku akan membiarkan dia membawa anak kita", kata si laki-laki tua itu
"g usah, untuk apa? dia tidak akan sembuh yang ada dia makin gila. undah berapa banyak biaya yang kita gunakan untuk mengobatinya?", dan wanita itu juga ikut berteriak.
" aku tidak peduli, aku tetap membiarkan dia membawanya. jangan kan uang nyawa tua ku inipun akan aku serahkan jika bisa membuat anak kita kembali normal",
"g perlu, biar dia disini",
"dengar, kalau bukan karena kau pukul kepalanya saat makan mungkin saat ini dia masih normal", pertengkaran mereka makin seru. Aku berteriak-teriak menyemangati.
"itu karena dia tau nya makan aja",
"kau benar-benar tak punya perasaan, keputusan ku sudah bulat kau terima atau tidak anak gadis ku akan tetap ku izin kan dibawa sahabat nya ini.titik", wanita tua itu masuk kerumah dengan wajah yang penuh emosi. Aku melihat mereka aneh.

Tiba-tiba laki-laki tua yang mengaku bapakku mulai membuka rantai yang ada dibadan ku. dan mengeluarkan ku dari tempat ini. Rasa nya aneh, kan perhiasan ku itu rantai-rantai ini.
"nak, ini ian. Skerang dia suami mu", ian, nama nya sepertinya aku kenal. Mengapa? ada apa dengan nya? kenapa mau menikahi wanita sepetrtiku.
"nak ian, makasih sudah mau menikahi putri kami. bapak tidak tau berkata apa, terima kasih", kulihat bapakku menyeka air matanya.
"iya pak, saya ini temannya dia. Mana mungkin saat seperti ini saya meninggalkannya. Sedangkan dulu dia dan bapak banyak membantu saya",
" iya nak, Bawalah dia. bapak yakin dia bisa sembuh. Dokter selalu bilang ada masalah di syaraf nya dan penyakitnya sangat langka hingga harus dibawa keluar negri untuk berobat. dan kami tidak ada biaya untuk itu. Kami ucapkan terima kasih",
"sudah lah pak, terimakasih bapak percaya saya untuk membawanya", aku bingung mereka bicara apa?
"hei, masih ingat aku ian. Aku sekarang suami mu kamu g nyangka kan. Dulu aku sudah bilang aku ada untuk mu", Laki-laki yang katanya bernama ian ini menatap ku aneh tapi kenapa aku suka.

Dirumah ada banyak orang, Hari ini aku kelihatan didekati dengan wajah-wajah manusia. Mereka menatap ku seperti menatap manusia. Tiba-tiba laki-laki tua itu memeluk ku dan di ikuti oleh wanita tua dan anggota keluarga ku katanya. Aku melihat adik sepupu ku menangis. Satu-satunya manusia yang kukenal. Mereka melambaikan tangan dan mereka makin kecil. Aku dimana? mengapa mereka menghilang aku takut. aku..tiba-tiba seseorang memelukku. Aku hangat. takut ku berkurang.
"Tenang sayang, ada aku disini. Kita akan terbang jauh menyebrangi lautan dan pegunungan. Ku buat kau sadar bahwa aku tidak meninggalkan mu lagi disini sendirian", dalam hangat dekapannya aku mulai melayang dan bermimpi. Dan aku yakin ini Awal yang dijanjikan tuhan padaku.

No comments:

Post a Comment