Mencoba meretas jalan menuju bahagia bukan hal yang mudah. Banyak hal dan jalan yang harus dilalui kadang ketika setengah jalan kita telah berjalan ingin sekali kita mundur karena jalanan yang akan dilalui berupa duri-duri beracun dan palung -palung raksana yang seakan menelan kita jauh kedalam dasar tak bertepi.
Tapi saat mundurpun kita sudah sulit karena saat melihat kebelakang jalanan untuk kembali sudah hancur tak berbentuk bahkan nyaris hilang. Dengan linangan air mata kita terus melangkah terseok-seok memaksakan kaki untuk terus melangkah meski darah dari luka-luka itu berceceran tanpa henti.
Setelah kita sampai kepuncak bahagia itu setelah sekian banyak penderitaan akankah bahagia itu layak dengan derita yang kita tempuh untuk mendapatkanya. Bagaimana dengan bekas-bekas luka yang telah menghancurkan hampir satu badan kita?. Mencoba menghilangkan luka yng membekas dan mencoba ngobati racun yang menjalar disetiap tetes darah.
Aku tak benci takdir ku. Cuma aku benci dengan hati ku yang lemah yang tak mampu menahan penderitaan yang hadir di tiap hidup ku. Benci terhadap diriku sendiri yang tak mampu melangkah ataupun mundur dari derita. Aku bertahan dan terus saja terluka. Ketakutan ku membuat ku diam dan pasrah. Ingin ku lari maju ataupun mundur kutak peduli tapi aku sedikitpun tak punya keberanian. Sedikitpun aku tak punya. Amanah nya kepegang penuh demi nya aku biarkan hati ku tercabik-cabik dan terluka. Ingin teriak sekuat-kuatnya tapi suara tertahan tak mampu keluar.