Wednesday, October 16, 2013

              Kisah ini di mulai di sebuah desa kecil yang jauh dari keramaian. Hening dan sejuk tapi juga sunyi.
Tapi itu bukan masalah besar bagi Nuri asalkan bisa tetap bisa bersama suami tercintanya.
Pada dasarnya Nuri adalah seorang wanita muda berbakat dengan karir bagus di salah satu kota besar di Indonesia. Tapi dia terpikat dengan pria tampan yang lebih memilih mengabdi di desa kecil sebagai guru terpencil. Kepribadian pria ini dalam memegang teguh pendiriannya membuat Nuri kagum apalagi di jaman serba mewah masih aja ada pria yang mau mengabdi didesa terpencil dengan gaji yang tak seberapa. Bagi Nuri itu sangat menganggumkan. Setelah menikah, dengan berat hati Nuri meninggalkan karirnya di kota tak hanya itu dia juga meninggalkan teman-temannya dan keluarga besarnya untuk memilih ikut dengan suaminya. Awalnya keluarga menentang keras keputusan Nuri mengikuti suaminya tapi Nuri sudah bertekad kuat untuk mengikuti kemanapun sang suami berada. Dan disini lah dia sekarang. Di desa yang pohon karetnya lebih banyak dari manusia.
            " Mas..bangun!, Sholat shubuh dulu", Nuri membangunkan suaminya untuk menunaikan Sholat Shubuh. Tanpa menunggu suaminya terbangun dia langsung menuju kedapur untuk menyiapkan sarapan buat suaminya. Bagi Nuri suhu dingin di desa ini bukan lah hal yang mengejutkan karena dulu dia pernah sekolah di luar negeri yang saat musim dingin suhunya bisa membekukan badan. Saat dia membuka jendela dapur terlihat lah dia sesuatu yang aneh melintas di antara pepohonan karet. Nuri coba memperhatikan dengan jelas karena matahari belum muncul dan suasana shubuh itu masih gelap dia coba mendekat dan tiba-tiba sebuah bayangan melesat terbang ke arah nya dan menghilang.
            " aghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.....", jeritannya membuat suaminya yang masih didalam kamar mandi bergegas keluar dan melihat Nuri terduduk di pintu dapur dengan menggigil.
           " ada apa dek?, kamu kenapa?" , dengan cepat suaminya menutup pintu dapur dan memapah istrinya duduk di kursi dan memberinya minum" ayo dek..istifar", setelah minum dan mengucap baru lah rasa takut Nuri sedikit berkurang meski bayangan itu tak luput dari ingatannya.
           " mas..adek takut", dengan masih menggigil Nuri mencoba bersuara
           " takut kenapa?",
           " tadi ada bayangan besar terbang ke arah rumah kita dan benda itu menghilang", Sesaat suami Nuri terdiam dan menatap wajah istrinya yang kelihatan pucatnya. Diamnya Diki suami Nuri membuat Nuri sedikit bingung."mas..kok malah diam..emang bayangan itu apa?", Melihat istrinya memperhatikan tingkahnya membuat Diki tersenyum. "Itu pasti bukan apa-apa. Namanya Shubuh gini ya kelelawar besar banyak yang balik ke sarangnya. Kamu tahu kan sayang, kelelawar disini besar dan kadang sayap nya bisa sampai satu meter",  penjelasan Diki membuat Nuri terdiam sesaat. " tapi mas, adek yakin liat kalo bayangan itu punya mata mana mungkin bayangan kelelawar ada matanya", Diki menghela napas
            " sayang, ini masih shubuh..mata kamu tuh yang salah..udah jangan mikir yang macam..mamas sholat dulu ya tapi kalo masih takut tutup aja dulu pintunya nanti klo dah ada matahari baru deh kamu buka. Ok!", Tanpa memperpanjang penjelasan Diki kembali kekamar. Walau masih ada takut dan penasaran Nuri tetap menjalankan tugasnya untuk memasak sarapan buat suaminya. Walau sesekali dia coba mengintip dari lobang kunci.
             Pagi berlalu dan matahari pun mulai terik. Nuri coba menyusuri jalan di desa itu. Dia anggap saja buat lebih dekat dengan tetangga karena sejak seminggu disitu tak sekalipun dia keluar karena belum terbiasa. Jadi dia selama seminggu membiarkan suaminya belanja bahan makanan buat mereka. Di desa ini terlihat sangat tenang karena sedikit sekali kendaraan bermotor. kadang hanya suara mobil yang mengambil panen lateks yang di bawa para buruh dari kejauhan. Kebanyakan penduduk disini buruh penyadap karet. Jadi kalo siang-siang begini desa agak sepi karena para orang tua pergi bekerja dan kadang-kadang anak-anaknya pun di ajak. semakin jauh Nuri berjalan semakin banyak yang dilihatnya. Terlihat para gadis bermain sambil menyuci di tepi sungai kecil. Dia juga melihat anak - anak bermain sambil melemparkan biji karet. Suasana alami desa ini tak akan didapatkannya di kota besar.
            Setelah letih dia berjalan dan sudah mulai mengenal satu- persatu warga desa ini dia mulai letih dan ingin kembali kerumah. kalau tak pikir capek Nuri pun dasarnya malas pulang karena suaminya pulang saat sore.Jadi dia sendirian di rumah. tidak ada Tv dan tak ada Sinyal. jaman gini masih aja ada daerah yang g ada sinyalnya. Nuri cuma bersyukur didesa ini sudah masuk listrik. Kalau belum Nuri bakalan balik kekota dan mengadu sama temannya yang jadi pegawai PLN.
             Sepanjang perjalanan pulang ada sesuatu yang tadi tidak diperhatikan oleh Nuri saat berjalan-jalan. Di setiap rumah yang dia lewati dan tepat di depan pintu rumah ada tiang yang kalau di perhatikan mirip sekali dengan tiang gantungan yang ada di film-film dan semua punya rumah punya yang seperti itu. Nuri berpikir keras. Apa benda yang mirip tiang gantungan itu ada hubungannya dengan lateks yang di ambil para buruh. Atau ada fungsi lain dan tiba-tiba bulu kuduk Nuri merinding dari yang awalnya dia berjalan berlahan dan mulai kencang dan akhirnya dia berlari dan langsung masuk rumah.
              Dadanya berdegub kencang tak karuan. Ingin menghubungi suami untuk minta cepat pulang  tapi pakai apa?  Nuri mengucap sebanyak mungkin dan membaca Ayat-ayat Al_quran yang dia hapal dan mencoba berbaik sangka.Dengan ALLAH terutama dan berbaik sangka juga pada warga desa sini.
             Gara-gara benda yang yang mirip pencabut nyawa bagi penjahat dalam film-film itu membuat Nuri benar-benar tak tenang. Padahal dia mulai menikmati hidup di desa ini kecuali yang terjadi Shubuh tadi. Nuri mendesah dalam dan berdoa semoga Tuhan menguatkan hatinya untuk kuat dan berani  karena dia ke desa ini untuk ibadah melayani suaminya.
             Malam itu Nuri duduk disamping suaminya yang sedang membaca koran. Sambil memijat bahu suaminya nya dia coba bertanya mengenai tiang gantungan yang ada di tiap rumah warga kampung.
            " Mas.."
            " hmmm.."
            " Mas..adek tadi jalan-jalan keliling desa sini. dari rumah hampir kedekat sungai sana", Nuri memulai ceritanya. " gimana? adek suka disini?", tanya suami Nuri tanpa mengalihkan matanya dari koran yang dia baca.
           " hmmm...suka sih, dingin, warganya ramah dan suasananya masih alami tapi...", Sesaat Nuri terdiam
           " Tapi kenapa sayang?",
           " Mas..benda yang mirip tiang gantungan itu fungsinya apa ya?", pertanyaan Nuri. Pertanyaan Nuri hampir membuat Diki tersedak.Dan lama dia terdiam sambil mencari jawaban yang tepat untuk  pertanyaan istrinya."kok malah diam sih mas?", desak Nuri lagi saat melihat sang suami malah diam.
"mas, sebenarnya kurang yakin itu fungsinya apa tapi sih kayaknya benda itu g selalu ada deh.coba deh ntik mas tanya sama kepala desa sini..udah ah..yuk tidur...hari ini mas capek banget", Diki mengakhiri pembicaraannya dengan mengajak Nuri tidur.Walaupun jawabannya kurang memuaskan, Nuri menurut saja apa kata suaminya.
                                                                          ***
BERSAMBUNG>>penulisnya udah mulai ketakutan